Mentari pagi kian cerah, seakan turut memeriahkan hari perdana relawan VTIC Foundation mengajar di Malaysia. Didampingi cikgu Selfi, kami menyusuri jalan setapak menuju sekolah tempat mengabdi. Sepanjang perjalanan, saya, Jihan dan Rina mengamati beragam aktivitas TKI di sini. Mulai dari makcik yang tengah berkebun, sampai pakcik yang sibuk memikul tandan kelapa sawit.
Tiba di sekolah, kami disambut Sang Kepala Sekolah yang juga merangkap sebagai juru kuncinya. Mas Udin Madong, begitulah nama yang tertera di akun facebook beliau. Selain mengajar, cikgu Udin juga bertugas sebagai pengusir nyamuk di Telabit. Dua kali sepekan ia keliling kompleks, membasmi nyamuk (fogging) di rumah-rumah warga. FYI, beliau sudah kepala empat, namun masih bahagia menyandang gelar bujangan. Wanna take him out? :P
Prestasi Evan Melejit
Sekolah non-formal CLC An-Nur Hijrah Telabit yang sederhana, namun penuh cerita. Di gubuk kayu inilah 32 pelajar menimba ilmu. Mulai tingkat tadika (TK), SD hingga SMP, berbaur satu atap tanpa sekat. Minimnya fasilitas ditambah kualitas pendidik yang seadanya membuatku prihatin, sekaligus ragu akan mutu pendidikan di sini. Namun selama dua pekan mengajar, keraguanku sedikit demi sedikit tumbuh menjadi keyakinan. Keyakinan bahwa mereka pun memiliki masa depan yang cerah. Salah satunya karena kehadiran Evan.
Evan adalah satu-satunya murid SMP di Telabit yang sangat bersemangat melanjutkan sekolah. Walau berstatus sebagai selundupan (baca: imigran gelap), namun niatnya menjadi seorang dokter tak dapat diragukan. Buktinya, dua tahun lalu ia menjadi lulusan Paket A terbaik se-Sarawak, Malaysia. Sungguh prestasi yang sangat membanggakan. Kecerdasan dan kedisiplinannya dalam belajar memang di atas rata-rata murid lainnya. Evan-lah yang menjadi contoh dan panutan siswa lain di sekolah. Evan pula yang kerap mendapat misi penting dari cikgu, entah memanggil murid-murid untuk berkumpul, atau sekadar mengantar pulang siswa tadika. Walau begitu, Evan juga tak jarang menjadi biang kerok kegaduhan kelas. Maklumlah, anak-anak.
Mail Dua Seringgit
Selain Evan, masih banyak murid Telabit yang tak kalah unik. Ada trio kelas 6 SD yang cerdas-cerdas: Suleha, Nana dan Uni. Johari kelas 5 SD yang slengekan tak karuan tapi dapat diandalkan, walau hanya kadang-kadang. Akmal (4 SD) si mungil genius yang hafal teks Pembukaan UUD 1945. Ada pula Milda (4 SD), gadis comel nan penuh canda. Dan masih banyak yang lainnya. Salah satu murid yang membuatku sesekali cekikikan adalah Mail Ismail (4 SD), kami memanggilnya Mail Dua Seringgit. Lantaran perawakannya kembar identik dengan tokoh Mail dalam Upin Ipin, yang tersohor akan tagline-nya, "Dua seringgit, dua seringgit."
Satu hal tak terlupakan dari Mail adalah ekspresinya yang tiba-tiba berubah drastis saat terkejut atau tertawa. Mail-lah yang pertama kali berinisiatif menulis surat perpisahan di hari-hari terakhir kami mengajar. Dengan tulisan cakar ayamnya, Mail berpesan: “CEgU LiNtANg jAgAN pULANg yA. Nati KitA mAiL Adi AjAK pEgi KA BiNtULU. mAiL.” (“Cikgu Lintang jangan pulang, ya. Nanti kita, Mail dan Adi ajak pergi ke Bintulu. Mail.”)
Terima kasih banyak, Mail. Kapan-kapan kita ke Bintulu, OK? :’)
Reyhan Nakal Bingit?
Suatu siang selepas mengajar, kunikmati angin sepoi-sepoi di beranda rumah cikgu Selfi. Tak lama berselang, Jihan menyusul sembari membawa satu paket cerita bergambar bantuan dari KPK, seraya duduk di depan pintu dan membacanya dengan lantang. Entah Jihan membacakan cerita untuk siapa. Untukkukah? Do you think I can’t read it by myself, Jihan?
Beberapa menit kemudian, sayup-sayup terdengar suara anak kecil berseliweran di sekitar rumah. Kupanggil ia naik ke rumah panggung. “Sini, nak,” ujarku. Beberapa kali kupanggil, ia hanya menyahut dengan bahasa batin. Jihan pun merayunya dengan menyodorkan buku cerita bergambar. Walhasil, alon-alon waton kelakon, ia pun naik selangkah demi selangkah ke atas rumah panggung.
Sosoknya tak kami jumpai di sekolah, karena memang ia putus sekolah. Kondisi ekonomi memaksa bocah 7 tahun itu membantu orang tua bekerja di ladang. Kata cikgu Selfi, anak ini tergolong very naughty. Dan memang, ia sedikit liar, nakal, brutal, membuat semua orang menjadi gempar. Emangnya kera sakti? Mungkin bukan nakal, lebih tepatnya cari perhatian. Namanya Reyhan. Saat kuajak ke surau, Reyhan menurut. Padahal selama ini ia jarang sembahyang di surau, bahkan tak pernah. Kala kuajak mengaji ba’da maghrib, Reyhan pun ikut, walaupun sejauh ini ia baru Iqro' jilid 1. Itupun hanya huruf alif sampai jim yang ia pahami.
***
Dan atas nama Yang Maha Kuasa, kusedekahkan sebagianku.
Tangan kiri pun tak tahu, biarlah Tuhan yang tahu.
Walau hanya setetes cinta, kucoba peduli dan berbagi.
Hidupku ingin berarti, satu cinta berbagi bahagia.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
"Stand by Me, Telabit"
(subtitle: enabled)
(subtitle: enabled)
"Di Telabit, Cintaku Terbit"
Lentera Indonesia NET TV 21 September 2014
"Anak Indonesia di Negara Tetangga"