Wednesday, September 3, 2014

Di Telabit, Cintaku Terbit (Episode 2)

click here to read Di Telabit, Cintaku Terbit (Episode 3)
click here to visit Indonesia Volunteering Hub

.: VTIC Foundation :.




Mentari pagi semakin tinggi seakan memberikan semangat di hari pertama relawan VTIC akan mengajar di sekolah, CLC An-Nur Hijrah Telabit. Didampingi cikgu Selfie dan Zainal, kami berjalan bersama menuju sekolah untuk pertama kalinya. Sepanjang perjalanan, kami mengamati beragam aktivitas pagi di sini. Mulai dari makcik yang tengah bekerja merawat kebun sampai pakcik yang mengendarai person (tractor) atau lori (truck).

Setibanya di sekolah, kami disambut cikgu Udin, Kepala Sekolah yang juga merangkap sebagai juru kuncinya. Mas Udin Madong, begitulah nama yang tertera di akun facebook beliau. Selain mengajar, cikgu Udin juga bertugas sebagai pengusir nyamuk di Telabit. Dua kali dalam seminggu ia keliling kompleks, membasmi nyamuk (fogging) di rumah-rumah warga. Fakta menarik: usia beliau sudah mencapai kepala empat, namun masih jomblo jua. Mau?

Sekolah non-formal CLC An-Nur Hijrah Telabit yang sederhana, namun penuh cerita. Di gubug kayu inilah sekitar 32 pelajar menimba ilmu. Mulai tingkat Tadika (TK), SD hingga SMP, bermain dan belajar bersama. Berbaur satu atap tanpa sekat. Fasilitas yang minim ditambah kualitas pendidik yang seadanya membuatku semakin prihatin sekaligus ragu akan mutu pendidikan di sini. Namun selama mengajar di sini, keraguanku sedikit demi sedikit tumbuh menjadi keyakinan. Bahwa mereka pun dapat bersaing dengan pelajar di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Salah satunya karena kehadiran sosok Evan.

Ya, Evan. Evan adalah satu-satunya murid SMP di Telabit yang sangat bersemangat melanjutkan sekolah, demi mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter. Tahun lalu, ia menjadi lulusan SD Paket A terbaik se-Sarawak, Malaysia. Sungguh prestasi yang sangat membanggakan warga Telabit. Harus diakui, kecerdasan dan kedisiplinannya dalam belajar memang di atas rata-rata murid lainnya. Evan-lah yang menjadi ketua kelas. Evan-lah yang menjadi contoh dan panutan siswa lainnya di sekolah. Evan pula-lah yang kerap kali mendapat tugas penting dari cikgu, entah mengantar pulang siswa Tadika, atau sekadar memanggil murid-murid untuk berkumpul. Walaupun begitu, Evan juga tak jarang menjadi biang kerok kegaduhan kelas. Maklum, anak-anak.

Semoga masih ada Evan-Evan lainnya di Telabit. Yang giat belajar demi menggapai asa setinggi langit. Bukan lagi hanya bermimpi ingin meneruskan orang tua menjadi buruh tombak, mandor atau sekadar driver. Make your dream comes true Evan, for your better future.

Mail Dua Seringgit

Selain Evan, masih banyak murid Telabit lainnya yang tak kalah unik. Ada trio kelas 6 SD yang cerdas-cerdas: Suleha, Nana dan Uni. Johari kelas 5 SD yang slengekan tak karuan tapi dapat diandalkan, walaupun hanya kadang-kadang. Akmal (4 SD) si mungil genius yang hafal teks Pembukaan UUD 1945. Ada pula Milda (4 SD) yang selalu penuh canda. Dan masih banyak yang lainnya. Salah satu murid yang membuatku sesekali cekikikan adalah Mail Ismail. Kami memanggilnya Mail Dua Seringgit.

Pernah melihat kartun Malaysia, Upin dan Ipin? Tahu salah satu tokoh yang gemar membantu ibunya berjualan dengan tagline, “Dua seringgit, dua seringgit”? Yes, Mail Ismail is his name. Namanya sama, perawakan Mail di Telabit pun sangat kembar identik dengan Mail dalam Upin dan Ipin. Tak salah dong, jika kami memanggilnya Mail Dua Seringgit.

Mail termasuk bocah yang cerdas, peduli dan berani. Satu hal yang paling kocak dari Mail, ekspresinya yang tiba-tiba berubah drastis saat terkejut atau tertawa. Mail jua-lah yang pertama kali berinisiatif menulis surat perpisahan untukku. Dengan tulisan cakar ayamnya, Mail berpesan: “CEgU LiNtANg jAgAN pULANg yA. Nati KitA mAiL Adi AjAK pEgi KA BiNtULU. mAiL.” (“Cikgu Lintang jangan pulang, ya. Nanti kita, Mail dan Adi ajak pergi ke Bintulu. Mail.”)

Terima kasih banyak, Mail. Kapan-kapan kita ke Bintulu, OK? :’)

Reyhan Nakal Bingit?

Suatu siang selepas mengajar, kunikmati angin sepoi-sepoi di beranda rumah cikgu Selfie. Tak lama berselang, Jihan menyusul sembari membawa satu paket cerita bergambar, bantuan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), seraya duduk di depan pintu dan membaca salah satu ceritanya dengan lantang. Entah Jihan membacakan cerita untuk siapa. Untukkukah? Hey Jihan, do you think I can’t read it by myself?

Beberapa menit kemudian, sayup-sayup dari bawah rumah panggung terdengar suara anak kecil berseliweran di sekitar rumah. Kupanggil ia naik ke rumah panggung. “Sini, nak,” ujarku. Beberapa kali kupanggil hingga berbusa, tak sekalipun ia menjawab. Menjawab pun dengan bahasa batin, diam tanpa kata, diam seribu bahasa. Kubiarkan ia duduk-duduk di tangga rumah panggung. Jihan pun merayunya dengan menyodorkan buku cerita bergambar. Walhasil, alon-alon waton kelakon, ia pun naik selangkah demi selangkah ke atas rumah panggung.

Sosoknya tak kami jumpai di sekolah, karena memang ia putus sekolah. Kondisi ekonomi memaksanya membantu orang tua di usia yang sangat belia. Menurut cikgu Selfie dan Ustadz Faizal, anak ini very very naughty boy. Ciyus? Namun nyatanya, menurut kami anak ini anak yang pemberani, penurut dan mudah diatur. Walau memang sedikit liar.

Mungkin bukan nakal, lebih tepatnya cari perhatian. Namanya Reyhan. Saat kuajak ke surau, Reyhan menurut. Padahal selama ini ia jarang sembahyang di surau, bahkan tak pernah. Kala kuajak mengaji bersama ba’da maghrib, Reyhan pun ikut. Walaupun sejauh ini ia jarang mengaji dan baru faham sampai huruf “jim”. Reyhan menjadi cermin bagaimana kondisi miris anak-anak TKI di sini. Mereka terhimpit hiruk-pikuk kondisi industri. Mereka tercekik dengan doktrin: uang yang paling penting. Mereka minim fasilitas belajar. Mereka minim fasilitas bermain. Satu hal yang pasti, mereka butuh perhatian. Reyhan hanyalah satu dari ribuan anak bangsa yang butuh uluran tangan kita. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

.: VTIC Foundation :.

(to be continued, click here to continue)


= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

"Stand by Me, Telabit"
(subtitle: enabled)


"Di Telabit, Cintaku Terbit"


Lentera Indonesia NET TV 21 September 2014
"Anak Indonesia di Negara Tetangga"






0 comments:

Post a Comment

I like Tsubasa, watch this!

Compilation shots from Captain Tsubasa "Aratanaru Densetsu Joshou" ("New Legend Beginning") Play Station X Game, adaptasi dari komik Captain Tsubasa World Youth (1994), awesome!