click here to read Di Telabit, Cintaku Terbit (Episode 1)
click here to read Di Telabit, Cintaku Terbit (Episode 2)
click here to read Di Telabit, Cintaku Terbit (Episode 3)
Sabtu, 16 Agustus 2014. Inilah pertama kalinya aku merasakan semarak kemerdekaan di tanah orang. Inilah pertama kalinya aku mengikuti upacara bendera di negeri jiran. Hari ini, kami melangsungkan gladi resik upacara 17 Agustus bersama siswa-siswi Telabit. Cikgu Rina yang dengan tegas dan lugas mengatur pasukan pengibar bendera: Suleha, Nana dan Uni. Cikgu Jihan yang mendampingi sang dirigen, Aisah, putri Bang Risal. Sementara aku menemani Adi, petugas pembaca teks Pembukaan UUD 1945. Gladi resik yang sederhana, dan seadanya.
Ahad, 17 Agustus 2014. Upacara dilangsungkan. Johari selaku pemimpin pasukan telah menyiapkan barisannya. Sang pemimpin upacara, Evan, pun telah melaporkan kesiapan pasukan pada pembina upacara, Cikgu Udin. Suleha, Nana dan Uni dengan sigap memasuki lapangan upacara, membentangkan Sang Merah Putih. Ya, cukup dibentang dan tanpa tiang. Karena tak boleh ada bendera berkibar selain bendera Malaysia di sini. Agak sedih rasanya tak dapat melihat keperkasaan Sang Saka. Namun apa dikata, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Luka ini terobati manakala lagu kebangsaan, Indonesia Raya, digaungkan dari mulut mungil siswa-siswi Telabit. Haru-biru bercampur semangat ’45 kembali membangkitkan rasa persaudaraan, sejenak melupakan perbedaan dan menyelami makna Indonesia. Seperti yang diungkapkan project officer VTIC 3, Ahmad Adib, “Indonesia bukan sebatas lokasi, tapi Indonesia ada di hati”. Merdeka!
Usai upacara nan sederhana dan seadanya itu, tiba-tiba air mata cikgu Selfie tumpah-ruah tak terbendung. Entah beliau menangis karena sedih melihat penampilan upacara anak didiknya, atau menangis karena haru, rindu tanah kelahiran yang sudah delapan tahun ditinggalkannya.
Keliling Kebun Kelapa Sawit
Sabtu, 23 Agustus 2014, menjadi hari terakhir kami mengajar di Telabit. Sudah dua hari ini kami mengajar tanpa kehadiran cikgu Selfie dan cikgu Rina. Sejak Kamis (21/8) lalu, mereka mengantarkan trio siswi kelas 6: Suleha, Nana dan Uni mengikuti Ujian Paket A di Lavang Estate. Sejak Kamis pula, kami kedatangan rekan kami yang siap membantu, cikgu Gianti dari Universitas Islam Bandung. Sejak Kamis jua, kegiatan kami diliput oleh Net TV. Alhamdulillaah.
Sabtu ini, kami tak ada niatan mengajar pelajaran apapun. Kami ingin berbagi setitik keceriaan, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Kami ingin berbagi secercah kebahagiaan, di detik-detik terakhir kebersamaan kami. Bersama seluruh siswa, kami menyusuri bukit dan kebun kelapa sawit. Melihat-lihat pemandangan nan elok, mensyukuri karunia Allah Yang Maha Agung. Usai jalan-jalan, kami membagikan buah tangan sederhana sebagai kenang-kenangan dari Indonesia. Walaupun beberapa hadiah kami beli di Batu Niah dan Bintulu, anggaplah itu dari Indonesia ya nak.
Hari ini anak-anak kami pulangkan lebih awal. Beberapa siswa telah disiapkan untuk mengikuti ajang Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu) di Saremas, yang sekaligus menjadi event penutup VTIC 3. Keberangkatan kami dari Telabit menuju Saremas, menanti datangnya rombongan cikgu Selfie dari Lavang.
Menjelang sore, rombongan cikgu Selfie yang baru saja menyelesaikan ujian Paket A pun tiba dengan menumpang beng-beng (semacam travel mini van). Artinya, inilah detik-detik perpisahan kami dengan warga Telabit. Rintik hujan menemani kepergian tim Persami Telabit. Selamat tinggal Telabit, sampai jumpa di lain hari.
Perpisahan Pahit
Sepanjang perjalanan dari Telabit ke Saremas, kami habiskan dengan penuh suka-cita dan canda-tawa. Kami nyanyikan yel-yel penyemangat tim Telabit, dengan harapan mereka dapat mengikuti Persami dengan optimal dan meraih banyak prestasi di kompetisi yang diselenggarakan.
Sabtu malam (23/8), kami mengikuti upacara dan pesta api unggun ala Pramuka di Saremas. Setelah sebelumnya para peserta dari berbagai sekolah non-formal menampilkan aksinya dalam lomba pentas seni. Kami dari Telabit menampilkan seni tari khas Sulawesi, tari Baju Bodo dan tari Habibi. Sebuah kehormatan bagi kami, karena malam ini pihak KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Kuching turut serta mengikuti seluruh rangkaian Persami.
Keesokan harinya, Ahad (24/8), berlangsung beraneka ragam perlombaan. Mulai dari cerdas-tepat, ala ranking 1, lomba baca puisi, lomba mewarnai, hingga ajang olahraga ala 17-an: estafet air, balap sarung, giring kelereng, dan joget balon. Menjelang sore, tiba saatnya pengumuman. Alhamdulillaah, santri kami dari Telabit mendapatkan beberapa titel juara, walaupun belum menjadi juara umum. Dan yang paling mengesankan adalah penampilan Suleha yang menyabet Juara 1 lomba baca puisi. So touching, congratulation Suleha :’)
Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati.
Dua pekan lamanya kami berjumpa. Ada pertemuan, tentu ada perpisahan. Tiba masanya kami berpisah. Perpisahan memang pahit. Namun pahit bukan berarti tak baik bagi kita. Terkadang, obat dan jamu nan pahit justru menjadi jalan kita kembali menikmati manis dan nikmatnya kesehatan. Terkadang, gula yang manis justru membuat hidup kita pahit dengan berbagai macam penyakit. Sesuatu yang menurut kita buruk, sejatinya belum tentu benar-benar buruk bagi kita. Begitu pula sebaliknya. Sesuatu yang menurut kita baik, sejatinya belum tentu benar-benar baik bagi kita
Dua pekan lamanya kami bersama. Kiranya banyak kisah yang tak semuanya dapat dituliskan. Banyak cerita yang tak dapat dilupakan. Banyak kata yang tak mampu diungkapkan. Di Telabit, cintaku terbit.
.: E N D :.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
"Stand by Me, Telabit"
(subtitle: enabled)
(subtitle: enabled)
"Di Telabit, Cintaku Terbit"
Lentera Indonesia NET TV 21 September 2014
"Anak Indonesia di Negara Tetangga"
5 comments:
Assalamu'alaikum ka Lintang, wah sungguh menginspirasi ka tulisan ini. Jadi ingat lagi masa-masa di Telabit :')
Semoga apapun yang sudah terjadi selama di sana bisa menjadi penggugah semangat untuk mereka dan kita semua.
Sukses ya ka!
Wa'alaykumussalam wr wb Jihan :) Syukron sdh mampir. Semoga yang sedikit dari kita bermanfaat & menjadi amal kebaikan kita bersama, insya Allaah :) Sukses juga buat Jihan dkk, buat kaka & ade jg :P kalo ke jogja bilang-bilang yah ^_^
Cerita dokumenternya keren, mas Lintang :D good job
Tidak kurang dari 52 ribu orang anak TKI yang masih usia sekolah di Sabah dan Serawak tidak bersekolah. Mereka lahir dari para orang tua TKI yang bekerja di Malaysia secara ilegal atau legal tetapi visa mereka telah habis dan tidak pernah diurus baik oleh mereka sendiri maupun perusahaan yang mempekerjakannya karena ketiadaan dokumen.
Data ini diperoleh beberapa hari lalu dari komunikasi melaui pesan elektronik dengan Dr Qismullah Yusuf yang merupakan Associate Professor Faculty of Education & Human Development Sultan Idris Education University, Perak, Malaysia. Beliau telah beberapa kali mengunjungi anak-anak TKI yang ada di dua daerah itu dan kondisinya sangat memprihatinkan.
Lanjutkan program ini Mas Lintang!
@Nina: Terima kasih Nina
@Subekti Sayoga: Subhanallaah datanya mencengangkan. Memang benar begitu adanya. Miris. Semoga ada solusi terbaik. Terima kasih info dan dukungannya.
Post a Comment