Sunday, October 3, 2010

Investigasi Jurnalistik Tak Pernah Mati

Sabtu, 2 Oktober 2010        09:00 WIB
Balai Shinta, Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta
Talkshow “Investigasi Jurnalistik Tak Pernah Mati”
Equilibrium Fak. Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada


Selamat pagiiiiiiii
Kali ni q bakal share my experience ttg talkshow Jurnalistik yg diselengarakan Badan Pers Mahasiswa Ekonomi, Equilibrium. Why i talk about it?? Cos event kali ni berbeda dari event2 serupa yg pernah aq ikuti. Dari sekian banyak seminar, workshop, talkshow, general stadium, kuliah umum, dtb (dan tetek bengeknya) yg pernah aq ikuti, acara kali ini (mgkn) menyuguhkan event besar, pembicara berbobot, materi yg benar2 T.O.P.B.G.T serta memacu semangat jurnalis kaum muda. Beda dg event2 sejenis lainnya yg biasanya hny sekedar memberi materi tanpa ada bekas apapun di benak peserta.






Talkshow bertajuk “Investigasi Jurnalistik Tak Pernah Mati” ini menghadirkan 4 tokoh jurnalistik nasional. (foto dari kiri ke kanan):
*Bambang Harimurti, selaku Pimpinan Redaksi Majalah TEMPO,
*Suryo Pratomo, selaku Jurnalis senior dan Direktur Pemberitaan MetroTV,
*Prabu Revolusi, Produser berita TransTV dan presenter MetroTV,
*Ashadi Siregar, Pakar Jurnalisme dan Ketua LP3Y (Gurunya Para Wartawan Nasional),
*Marcella (FEB 2006) selaku moderator.


Apa itu jurnalistik investigatif? Merupakan suatu disiplin ilmu jurnalistik yang berusaha mengungkap fakta bersifat rahasia. Di awal sesi Prabu menampilkan video berita jurnalistik investigatif bertajuk “Perdagangan Anak Usia Dini di Daerah Indramayu”. Dalam video tsb Prabu menjelaskan sistematika dlm pembuatan suatu berita investigasi mulai dari Permusan Masalah hingga Perumusan Kesimpulan. Sementara itu, Bambang menyatakan bahwa dlm proses pembuatan jurnalistik investigatif, biasanya bertolak belakang dg anggaran beaya. Beaya untuk proses produksi biasanya jauh lebih besar dibanding benefit yg didapat. Hal inilah penyebab maraknya karya jurnalis yg tidak bisa dianggap sbg karya investigatif, walaupun dgn embel-embel INVESTIGASI.


Mudahkah memproduksi suatu karya berita investigatif? Jelas bukan perkara mudah membuat berita investigatif, bkn sembarang wartawan yg boleh (bisa) mbuat berita macam ni. Suryo Pratomo menjabarkan bahwa untuk disebut sbg seorang wartawan tulen saja harus mengikuti berbagai pelatihan dan turun ke lapangan. “Baru bisa disebut wartawan namanya kalau sudah berkeringat 7-10 tahun turun ke jalan meliput street news. Karena wartawan bekerja bagai eagle flying alone dan bekerja mempertaruhkan kredibilitasnya.” Hal ini dibenarkan pakar Jurnalistik, Ashadi bahwa bekerja menjadi wartawan itu menyangkut integritas. “Wartawan itu mbaca koran aja dibayar, update berita internet juga dibayar, menunggu di kafe sambil minum kopi pun dibayar. Namun ingat konsekuensi mjd wartawan, berat!”


Prabu berbagi cerita betapa membuat berita investigatif adalah suatu perkara yg sulit, memakan beaya dan waktu, bahkan mempertaruhkan nyawa. Prabu menceritakan pengalamannya mendapat acungan bacok saat menginvestigasi ttg kasus sapi glonggongan. Suryo pun menimpali bahwa proses produksi memang susah, dikarenakan saat ini tingkat pendidikan, penyerapan berita,serta menyampaikan opini kritis para user berita (masyarakat) semakin baik. Nah hal inilah yg membuat adanya spesialisasi dalam tugas wartawan, misal wartawan ekonomi.


Menanggapi ttg spesialisasi ini Ashadi menyampaikan bahwa walaupun ada penugasan khusus, namun tugas jurnalis secara umum tetap berlaku, yakni kejarlah berita dan siarkan berita. Beliau sedikit bercerita. “Suatu saat ada seorang wartawan seni ditugaskan meliput konser musik di sebuah gedung kesenian. Esoknya sang produser melihat arsip berita dan beliau tdk menemukan adanya arsip ttg konser musik tsb. Dipanggillah sang wartawan, “Mana beritamu kemarin??”. Sang wartawan berseloroh, “Konsernya dibatalkan Pak, karena gedungnya terbakar”. Sang produser pun melihat arsip kembali dan tdk ditemukannya berita ttg kebakaran. Dipanggillah kembali si wartawan, “Mana beritamu ttg kebakaran gedung kesenian?”. Dgn entengnya wartawan ini menjawab, “Saya kan wartawan seni Pak, jadi masalah kebakaran bukan tugas saya untuk meliput” Sontak sang wartawan pun dipecat tanpa pesangon. Kisah ini menunjukkan bahwa spesialisasi hanyalah tugas tambahan sekaligus keringanan di samping tugas umum jurnalis, mencari berita.


Mungkin ni aj ya yg bisa kubagi. Cos bincang2nya seru bgt n materinya padat berisi. Semoga bisa menambah semangat temen2 terutama yg hobi nulis2, termasuk para blogger untuk terus menulis dan kalau bisa sekali2 nulis yg pake investigasi gitu deh...hahaha...cos sifatnya hampir mirip ama penelitian bro, so pasti asyik nulis jurnalisme unvestigatif.


Thx 4 your time and see you next time!

0 comments:

Post a Comment

I like Tsubasa, watch this!

Compilation shots from Captain Tsubasa "Aratanaru Densetsu Joshou" ("New Legend Beginning") Play Station X Game, adaptasi dari komik Captain Tsubasa World Youth (1994), awesome!